Sengketa Warisan Keluarga, Soroti Dampak Pola Asuh Tidak Seimbang

Berita Inews
Berita Inews

BERITAINEWS, Makassar – Sebuah kisah sengketa keluarga kembali mencuat ke publik, kali ini datang dari seorang perempuan yang merasa diperlakukan tidak adil dalam pembagian harta warisan keluarganya. Dalam pernyataan terbuka, ia menyampaikan bahwa konflik tersebut berakar pada pola asuh keluarga yang cenderung mengistimewakan anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.

Sang narasumber, seorang psikolog profesional klinis, Vivi Anna mengungkapkan bahwa dirinya telah merasakan perbedaan perlakuan dalam keluarga. Meski turut membangun usaha keluarga bersama sang ibu, ia merasa kontribusinya kurang dihargai dibanding adik laki-lakinya yang kemudian menjadi ahli waris utama dari sejumlah aset keluarga, termasuk rumah, ruko, hingga tabungan.

Bacaan Lainnya

“Selama ini saya turut mengelola dan membantu membesarkan usaha keluarga. Namun pada akhirnya, aset yang saya dan ibu perjuangkan malah diklaim sepenuhnya oleh adik saya. Ini sangat menyakitkan dan tidak adil,” ungkapnya saat konferensi pers di Nasi Tempong Ayam De Tempong Jalan Sultan Hasanuddin, Kota Makassar, Sulsel Kamis (10/7/2025).

Ia juga mengaku telah membawa masalah tersebut ke jalur hukum. Salah satu konflik yang memanas melibatkan tudingan pencemaran nama baik yang berujung pada pelaporan ke kepolisian. Namun, ia menilai penanganan kasusnya tidak berjalan maksimal dan menimbulkan kekecewaan.

Dalam keterangannya, ia mengaku sempat mengalami intimidasi, baik secara langsung maupun melalui media sosial, yang membuatnya merasa dirugikan secara psikologis. Konflik juga disebut berdampak pada kondisi kesehatannya, termasuk penundaan operasi mata karena tertahannya hak atas harta yang dibutuhkan untuk biaya pengobatan.

“Saya hanya ingin keadilan. Jangan jadikan kasih sayang yang tidak seimbang sebagai alasan untuk menindas anggota keluarga lain,” ujarnya.

Kasus ini menjadi sorotan karena memperlihatkan bagaimana dampak pola pengasuhan yang tidak setara dalam keluarga dapat memicu konflik berkepanjangan, bahkan berujung pada ranah hukum. Dalam beberapa budaya, warisan dan kedudukan anak dalam keluarga kerap kali diatur berdasarkan nilai-nilai tradisional, namun tidak jarang menimbulkan ketidakadilan dalam praktiknya.

“Saya tidak menolak nilai keluarga, tetapi keadilan harus tetap dijunjung. Saya berharap kasus saya bisa menjadi pembelajaran bahwa harta keluarga tidak seharusnya menjadi sumber perpecahan,” tutupnya.

Di akhir keterangannya, ia menyampaikan harapan agar semua pihak dapat menyelesaikan permasalahan ini secara adil dan kekeluargaan, tanpa harus menyakiti satu sama lain.(**)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *