KONEKSI Dukung Kelompok Rentan Jadi Aktor Resiliensi Iklim

Berita Inews
Berita Inews

BERITAINEWS MAKASSAR –20 Agustus 25, KONEKSI, inisiatif kolaborasi di sektor pengetahuan dan inovasi yang mendukung kemitraan antara Australia dan Indonesia, menyelenggarakan seri Knowledge and Innovation Exchange (KIE) Roadshow pertama di Makassar. Diskusi selama dua hari (19–20 Agustus 2025) bersama para pemangku kepentingan ini tidak hanya mengangkat strategi ketahanan iklim yang tumbuh dari masyarakat. Namun juga mendorong dialog interaktif untuk berbagi wawasan tentang bagaimana perspektif kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial (GEDSI) ditumbuhkan dalam isu lingkungan dan perubahan iklim.

“Kemarin kita mendengar cerita-cerita ketahanan iklim dan strategi resiliensi yang melibatkan teknologi, akses pendanaan, kesehatan, dan lainnya. Hari ini kita bicara tentang hal-hal lebih besar yang mendasarinya karena perubahan iklim sungguh terjadi saat ini, dan berdampak ke masyarakat, khususnya kelompok rentan. Maka itu, solusi yang ada perlu melibatkan mereka secara inklusif, bukan sebagai peserta atau objek penelitian, tetapi aktor terkait resiliensi iklim,” kata pendiri the Next Economy Amanda Cahill.

Bacaan Lainnya

Salah satu praktik kolaborasi dalam perspektif GEDSI ini antara lain dimunculkan dalam penelitian “Building A Model of Future-proofing for Climate Resilience by Engaging Communities (MoFCREC) in Eastern Indonesia” yang bermitra dengan Monash University, Universitas Hasanuddin, Yayasan PerDIK, LBH APIK Sulawesi Selatan, dan berbagai institusi terkemuka di Australia dan Indonesia, serta didanai oleh KONEKSI. Melibatkan lintas sektor termasuk akademisi, komunitas difabel, dan perempuan nelayan di pesisir Lombok, Makassar, dan Sumbawa, sejak awal desain riset ini dirancang untuk meningkatkan partisipasi dari kelompok rentan dengan mencari cara-cara alternatif agar mereka bisa terlibat penuh dan memiliki makna dalam prosesnya.

“Pelibatan teman-teman disabilitas dalam penelitian kolaboratif seperti ini jadi salah satu cara agar perspektif GEDSI lebih dipahami oleh masyarakat dan suara kelompok rentan bisa didengar dalam pembangunan. Penjangkauan kelompok disabilitas dalam riset membuka peluang akan ruang interaksi bersama, yang saat ini masih sedikit jumlahnya. Selain itu, keterlibatan kelompok disabilitas perlu didorong juga agar partisipasinya memiliki makna,” kata Ketua Yayasan PerDIK (Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan) Nur Syarif Ramadhan yang turut serta dalam penelitian.

Syarif menambahkan, pemangku kepentingan perlu memahami bahwa saat ini belum semua kelompok disabilitas memiliki akses ke pendidikan tinggi. Sementara ruang dialog untuk menyuarakan perspektif mereka hanya tersedia di universitas, sebagai entitas yang banyak menyelenggarakan penelitian. Mengatasi tantangan ini menjadi salah satu kunci untuk mengakomodasi lebih banyak suara kelompok rentan.

Nuraeni dari Kelompok Wanita Nelayan (KWN) yang juga terlibat dalam penelitian MoFCREC berharap, penelitian berperspektif GEDSI yang salah satunya memotret cerita ketahanan iklim dari para wanita nelayan ini tidak berhenti dalam riset. Namun bisa diolah jadi kebijakan yang berpihak pada posisi mereka. “Di KWN, kami juga melibatkan perempuan nelayan dalam musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) daerah agar kepentingan mereka juga terakomodasi dalam kebijakan. Dengan demikian, di tengah krisis iklim, kehidupan keluarga mereka terus berlanjut dan posisi mereka tidak menjadi semakin rentan,” kata Nuraeni.

Welmince Djulete (Monash Herb Feith Indonesia Engagement Center), salah satu peneliti dalam riset MoFCREC menyebut, “Dalam riset kolaboratif dengan kelompok rentan, tidak semuanya memiliki pengalaman sebagai peneliti akademis. Maka itu, ruang untuk berbagi pengetahuan dan peningkatan kapasitas perlu didorong misalnya dengan diskusi tiap minggu, seperti yang kami lakukan. Harapannya ketika kemampuan kelompok rentan meningkat, mereka juga bisa mengadvokasi kepentingannya ke platform lain, dan tidak terbatas pada aspek penelitian saja,” kata Welmince.

Sebagai informasi, diskusi panel hari kedua dalam roadshow KIE Makassar ini turut memberikan apresiasi untuk riset para peneliti. Ada delapan penerima hibah KONEKSI yang menampilkan riset mereka melalui poster yang menunjukkan bagaimana prinsip GEDSI diterapkan dalam proyek penelitian terkait lingkungan dan perubahan iklim. Riset MoFCREC ini menjadi salah satu dari empat (4) poster terbaik pilihan para juri. (*)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *