BERITAINEWS MAKASSAR — Indonesia dianugerahi kekayaan sumber daya energi yang melimpah, mulai dari batu bara, minyak sawit, hingga energi terbarukan seperti matahari dan geotermal.
Namun, negara-negara ini masih dihadapkan pada ketergantungan pada impor Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk memenuhi kebutuhan transportasi darat yang didominasi kendaraan bermesin bakar. Fenomena ini mendorong pemerintah untuk lebih agresif dalam bertransisi ke kendaraan Listrik.
M. Rachmat Kaimuddin, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Dasar, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, menjelaskan bahwa salah satu penyebab utama impor BBM adalah rendahnya produksi minyak nasional dan tingginya konsumsi BBM pada kendaraan pribadi. “Mobil-mobil kita menggunakan BBM, motor-motor kita menggunakan BBM, dan kita sudah tidak memproduksi minyak lagi, jadi ini menjadi salah satu penyebab kita mengimpor BBM,” ujarnya.di Summarecon Jumat 7 September 2025.
Selain itu, subsidi BBM yang membebani anggaran negara juga menjadi pertimbangan krusial dalam pergeseran ini. “Kalau kita mengganti teknologi listrik dari yang menggunakan BBM, yang menjadi, itu ada beberapa kelebihannya. Satu, kita pakai lagi minyak bumi yang kita impor. Yang kedua, subsidi-nya jadi lebih sedikit dan sehingga uangnya bisa dipakai buat orang lain,” terang Kaimuddin.
Transisi ke kendaraan listrik menawarkan solusi signifikan. Jika sebagian besar masyarakat beralih ke kendaraan listrik, ketergantungan pada BBM akan berkurang drastis, bahkan potensi bebas dari impor BBM. Hal ini juga akan meredam kekhawatiran masyarakat terkait dampak pencabutan subsidi BBM terhadap inflasi.
Meskipun demikian, tantangan dalam penerapan kendaraan listrik masih ada. Kendala utama meliputi harga kendaraan yang masih relatif tinggi, ketersediaan komponen, dan infrastruktur pendukung. Namun, pemerintah optimis kondisi ini akan terus membaik.
“Kalau dari sisi barang, ini memang beberapa tahun terakhir kan kita sudah lihat. Tahun 2022 mobil listrik cuma ada dua, sekarang sudah puluhan,” ungkap Kaimuddin. Ia menambahkan bahwa pilihan merek dan varian kendaraan listrik semakin banyak, dengan harga yang semakin kompetitif, bahkan tidak terlalu jauh dengan kendaraan konvensional.
Di sisi infrastruktur, selain Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), Kaimuddin menekankan pentingnya fasilitas pengisian daya di rumah atau homecharging . “Sebenarnya ini lebih fleksibel. Bisa colok di rumah. Jadi jangan hanya lihat SPKLU, tapi lihatlah berapa homecharging atau kapabilitas untuk colok di rumah,” tegasnya.
Pemerintah berencana untuk mempercepat produksi kendaraan listrik, baik melalui produksi dalam negeri maupun perakitan komponen. Seiring bertambahnya jumlah kendaraan listrik yang digunakan, investasi infrastruktur pengisian daya juga diprediksi akan meningkat.
“Dengan bertumbuhnya pasar, biasanya investor juga pasti mau pasang karena banyak yang pakai,” pungkas Kaimuddin. Upaya ini diharapkan dapat memperkuat kemandirian energi Indonesia dan mengurangi ketergantungan pada impor BBM di masa depan. (Bn)