BERITAINEWS MAKASSAR — kontroversi seputar eksekusi lahan di kawasan Tanjung Bunga, Makassar, yang melibatkan PT Hadji Kalla dan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD), memanas setelah Bos Lippo Group, James Riady, diduga berusaha mengelak tanggung jawab dengan menyebut GMTD adalah milik Pemerintah Daerah.
Menyanggapi pernyataan tersebut, H. Hasman Usman, kuasa hukum PT Hadji Kalla, angkat bicara. Ia menuding klaim James Riady sebagai upaya ‘cuci tangan’ dan penyesatan informasi yang berpotensi mengadu domba kliennya dengan pemerintah daerah.
“Pernyataan James Riady adalah bentuk penyesatan informasi. Data dan fakta menunjukkan bahwa Lippo Group, melalui entitasnya, adalah pengendali utama GMTD,” tegas Hasman Usman dalam keterangan persnya di Makassar, Rabu (8/11).
Menurut Hasman, upaya tersebut dilakukan untuk menghilangkan jejak saat terjadi eksekusi abal-abal atas tanah milik PT Hadji Kalla di Jalan Metro Tanjung Bunga.
Hasman menjelaskan bahwa Lippo Group mengendalikan GMTD melalui PT Makassar Permata Sulawesi (MPS), sebuah entitas yang 100% sahamnya dimiliki oleh PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR).
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), komposisi saham GMTD menunjukkan bahwa MPS menguasai 32,5%. Sementara Pemerintah Provinsi Sulsel hanya 13%, Pemerintah Kota Makassar 6,5%, dan Pemerintah Kab. Gowa 6,5%. Sisa saham dimiliki oleh yayasan dan publik.
“Berdasarkan komposisi ini, Lippo melalui MPS jelas menjadi pengontrol GMTD, sesuai Pasal 1 angka 29 POJK 10/2022 tentang Pengendalian Perusahaan,” jelas Hasman.
Selain kepemilikan saham, pengaruh Lippo sangat ketara dalam tata kelola perusahaan. Susunan arahan dan komisaris GMTD didominasi oleh individu yang memiliki latar belakang atau masih aktif bekerja di Lippo Group.
Pengaruh operasional juga terlihat dari proyek-proyek strategis di kawasan tersebut, yang dikembangkan menggunakan merek Lippo, seperti Siloam Hospitals, Sekolah Dian Harapan, dan Global Trade Center (GTC) Makassar. Hasman juga menyoroti keterlibatan Indra Yuwana dari Lippo yang memimpin langsung eksekusi di lapangan pada 3 November 2025 lalu.
Hasman menambahkan, meskipun pemerintah daerah memiliki saham, peran mereka hampir tidak signifikan dan hanya menerima dividen yang sangat kecil.
Ia mengutip pernyataan mantan Walikota Makassar Danny Pomanto pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) 9 Januari 2024. Saat itu, Danny secara terbuka menyatakan bahwa kehadiran GMTD tidak memberikan dampak ekonomi yang memadai, bahkan saham Pemda terdelusi.
Sebagai ilustrasi, Hasman menyebut Pemda Sulsel hanya menerima deviden sebesar Rp 58 juta untuk tahun buku 2022, meskipun memiliki 13% saham. Fakta ini semakin membuktikan bahwa pemerintah daerah tidak memiliki kontrol yang efektif.
“Berdasarkan semua fakta ini, kami menduga pernyataan James Riady hanyalah upaya pengalihan isu dari penyelamatan lahan yang ada. Kami mendesak penegak hukum, baik Kejaksaan maupun KPK, untuk segera mengusut kerjasama Pemerintah Daerah dengan Lippo ini, karena ada potensi kerugian keuangan negara dan kepentingan publik,” tutup Hasman. (bs)